Masyarakat Adat Lewolema Adakan Upacara Pa’u Kaka Bapa
LARANTUKA, SUARAFLORES.COM,-Pa’u Kaka Bapa adalah upacara ritual adat yang dilakukan setahun sekali oleh masyarakat adat Lewolema, Desa Riangkotek, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Upacara adat tersebut diawali dengan “Hebo Bala” atau memandikan gading pusaka yang disimpan dalam “Lango Bele” (rumah adat) suku Koten.Saat diwawancarai, Kamis (13/3/2014) malam, Yohanis Suban Koten, tokoh adat Desa Riangkotek, menjelaskan bahwa upacara adat ini dilakukan sekali dalam setahun menjelang musim panen.
Yohanis, menjelaskan, dalam upacara adat ini para tokoh adat membacakan bahasa adat yang menceritakan asal usul suku Koten Lamar Uro dan Lewo/kampung. Pembacaan bahasa adat ini dipimpin oleh salah satu tokoh adat yang disebut “Mara” (pembaca bahasa adat,red) atau diartikan sebagai penyambung bahasa untuk para leluhur suku setempat. Pembacaan bahasa latar ini menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam.
Tokoh ada lainnya, Yan Pati Ritan, menjelaskan, upacara “Pau Kaka Bapa” ini pun bertujuan untuk menyambut musim panen dan sekaligus mempersatukan keluarga dalam suku tersebut untuk bisa kembali bersatu dalam Lango Bele dengan memberi makan kepada leluhur.
“Upacara ini dihadiri oleh para tokoh adat dan masyarakat setempat”,
Yan menjelaskan, menurut kepercayaan masyarakat adat, sesungguhnya awal mula kehadiran padi berasal dari tubuh seorang perempuan. Ketika itu, seorang perempuan menyerahkan diri untuk dibunuh oleh saudara-saudaranya. Kemudian tubuhnya dipotong-potong dan dijadikan sebagai benih. Saudara-saudaranya lalu memberi nama “Tonu Hujo” yang artinya “padi”. Oleh karena itu, upacara ini sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan.
Uniknya, lanjut Yan, semua anak laki-laki dalam Suku Koten yang baru beristri wajib datang bersama pasangannya dan membawah serta 1 ekor ayam sebagai persembahan kepada leluhur di “Lango Bele” yang merupakan tempat upacara adat berlangsung. Menurut tokoh adat, keterlibatan pasutri bertujuan agar keluarga baru dalam suku tersebut mendapat restu dari leluhur. Dan sang istri dari anak laki-laki dalam suku tersebut menjadi sah masuk dalam suku setempat.
Kedepan, lanjut Yan, keluarga-keluarga baru ini akan hidup bahagia. Tidak ada perselisihan dalam rumah tangga dan tidak ada perceraian karena dipercayai sebagai simbol ikatan yang kuat.
Disaksikan suaraflores.com, ritual adat ini diakhiri dengan memberi makan kepada semua keluarga yang baru menikah di tahun 2014 atau tahun yang sedang berjalan sebagai tanda memasuki musim jewawut baru. Istilah adat pemberian makanan ini disebut Wete Wuun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar